Rinai-rinai hujan yang harus kembali jatuh pun
mengingatkan ku pada semua hal yang sudah-sudah. Pada tempat yang tak bisa ku
singgahi. Pada langkah yang tak mungkin untuk ku dekati. Juga pada mata indah
yang tidak bisa ku wakilkan dengan kata apa pun.
Dulu, aku berharap sejauh mana kita mengarungi
waktu, pasti akan bermuara pada satu temu. Disatukan oleh tujuan yang akan
dipermudah lewat satu jalan yang sama. Tetapi kamu, memutar arah dan pergi
entah kemana.
Mungkin memang percayaku terlalu pagi. Sedang kecewa
ini setajam belati yang membuat hati ini kembali menjadi abu. Aku telah
kehilangan tiap jengkal kebersamaan kita yang tadinya sedekat nadi.
Perlahan, sang waktu mulai menunjukkan kuasanya. Bertahan
sudah jelas bukan pilihan. Aku memang tidak bisa memutar waktu sebelum perasaan
ini kau buang jauh ke pematang luas.
Sekarang aku dan kamu hanya saling mengisi
jalan dengan langkah dan tujuan yang berbeda. Dengan kenyataan yang kita pahami
bersama. Juga dengan janji-janjimu yang sudah menjadi asap hilang entah kemana
Memang percaya bisa
terlalu pagi, hingga kecewa bagai senapan dan rindu bagai cabikan. Meskipun begitu, langit
tak pernah tidak peduli perihal tempat mana yg akan kau sambangi. Namun selama
langit masih membiru dan senja masih merona. Hati, meski telah mengucur darah, tetap ada dan menunggu senapan lain
untuk menembak. Meski kadang percaya terlalu pagi hingga senja nanti sedih menanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar