Senin, 14 Agustus 2017

kita



Ada banyak yang tidak bisa dilihat hanya dengan kedua bola mata. Ada macam macam hal yang tidak bisa di dengar hanya mengandalkan sepasang telinga. Dan ada banyak orang dengan ribuan latar belakang yang bervariasi untuk melakukan suatu tindakan.

Ada banyak yang ingin aku sampaikan, ada beribu kata yang ingin aku ungkapkan. Tentang kepergiaanku. Tentang hilangnya aku. Namun kata tak sampai keluar karna prasangka telah terlanjur lebih dulu merajai.

Mungkin seharusnya, sebelum kamu melangkah lebih jauh lagi coba duduklah, tundukkan kepalamu sejenak dan pejamkan matamu. Pastikan lagi bahwa sebenarnya kamu hanya ingin menyapa atau ingin singgah dalam kurun waktu yang panjang. Dengan begitu, aku pun bisa menentukan langkah dengan tepat. Sekedar menjulurkan kepalaku keluar lewat jendela atau aku harus dengan penuh perjuangan membukakan mu pagar rumahku.

Seharusnya, sebelum kalimat manis itu meluncur keluar dari lidahmu, pastikan bahwa itu bukan cuma penasaran belaka. Karena hal itu hanya akan berujung pada saling mencaci satu sama lain. Hingga akhirnya tak pernah ada lagi kata sapa akibat kegagalan yang menanggapi rasa.

Iya, kamu sudah bilang maaf.
Kata sederhana yang selalu menjadi juara sepanjang segala masa.
Mudah diucapkan, dan mudah pula dilupakan. Kemudian, sang waktu lah yang bekerja. Mengganti setiap luka dengan lupa. Perlahan. Pun. Hilang. Berganti. Dan pergi.

Sudah ya, jangan mencariku suatu hari nanti. Biarkan hari ini, esok dan esoknya lagi aku yang mencarimu saja. Sampai aku mulai terbiasa akan hilangnya kamu.
Karena kita, adalah satu keraguan yang berjalan bersama untuk memutuskan saling pergi menjauh

Kamis, 13 April 2017

kamu itu seperti hujan






Kamu itu hujan
Aku tau kamu akan datang
Kamu itu hujan
Aku menunggumu datang walau bersama gemuruh pekat
Kamu itu hujan
Hadirmu perlahan namun aku tau kamu akan kembali pergi dengan cepat
Kamu itu hujan
Membuatku sakit namun candu untukku
Kamu itu hujan
Banyak yg membencimu tapi aku tidak peduli
Walau kamu datang bersama gemuruh serta petir
Dan walau kamu hanya hadir sesaat dalam rupa rinai kecil
Kamu itu hujan
Aku menikmati saat saat aku menunggumu
Setidaknya sampai matahariku datang

Sabtu, 04 Maret 2017

hatiku telah hilang

aku sudah jatuh hati
pada suatu masa dimana aku bisa bercanda dan membagi kisah hidupku bersama mu di suatu tempat yang suram

aku jatuh hati
pada suatu momentum yang tidak akan pernah bisa kuulangi dimana pun dan kapan pun

hatiku sudah kutinggalkan
di suatu dimensi ruang yang jauh dari kehidupanku sekarang

hatiku hilang, sayang

di sebuah tempat dimana aku bisa selalu merasa kembali pulang
dengan banyak pundak yang siap menjadi sandaran kepalaku yang tidak sanggup terlalu lama mendongak
dengan ribuan jari yang sanggup mengusap air yang menetes di pelupuk mataku
dengan semua orang yang aku sebut dengan keluarga.

yang kini

aku hampir sudah tidak mengenal mereka

bukan

bukan aku tidak terima

hanya saja

aku merindukan mereka
mereka yang tanpa topeng tebal
mereka yang tanpa  penutup wajah
serta mereka yang selalu aku lihat pertama kali saat aku bangun




spesial untuk : Rumah lamaku, SMA Van Lith Muntilan

#3

Rinai-rinai hujan yang harus kembali jatuh pun mengingatkan ku pada semua hal yang sudah-sudah. Pada tempat yang tak bisa ku singgahi. Pada langkah yang tak mungkin untuk ku dekati. Juga pada mata indah yang tidak bisa ku wakilkan dengan kata apa pun.

Dulu, aku berharap sejauh mana kita mengarungi waktu, pasti akan bermuara pada satu temu. Disatukan oleh tujuan yang akan dipermudah lewat satu jalan yang sama. Tetapi kamu, memutar arah dan pergi entah kemana.

Mungkin memang percayaku terlalu pagi. Sedang kecewa ini setajam belati yang membuat hati ini kembali menjadi abu. Aku telah kehilangan tiap jengkal kebersamaan kita yang tadinya sedekat nadi.

Perlahan, sang waktu mulai menunjukkan kuasanya. Bertahan sudah jelas bukan pilihan. Aku memang tidak bisa memutar waktu sebelum perasaan ini kau buang jauh ke pematang luas. 

Sekarang aku dan kamu hanya saling mengisi jalan dengan langkah dan tujuan yang berbeda. Dengan kenyataan yang kita pahami bersama. Juga dengan janji-janjimu yang sudah menjadi asap hilang entah kemana

Memang percaya bisa terlalu pagi, hingga kecewa bagai senapan dan rindu bagai cabikan. Meskipun begitu, langit tak pernah tidak peduli perihal tempat mana yg akan kau sambangi. Namun selama langit masih membiru dan senja masih merona. Hati, meski telah mengucur  darah, tetap ada dan menunggu senapan lain untuk menembak. Meski kadang percaya terlalu pagi  hingga senja nanti sedih menanti.