Kamis, 13 Oktober 2016

#2



Aku benar-benar tidak tau siapa yang harus aku salahkan. Namun sampai malam ini berlalu pun, aku masih bergulat dengan rindu yang tak tertahankan.

Aku tau, sekarang ini aku dan kamu benar-benar harus pergi ke pucuk-pucuk dunia yang berbeda. Menciptakan sebuah frasa bernama kenangan. Membuat sebuah hitungan matematika yang biasa diberi rumus jarak. Jarak yang jauh yang begitu sulit untuk dilampaui batas kewajaranku dan kamu. Juga mendatangkan lelah yang tak kunjung usai. Karena percayalah sayang, melepasmu adalah sesuatu diluar kemampuan diriku.

Tapi tenang saja sayang. Aku tidak peduli.

Selama aku tau, kamu dan aku masih dibawah naungan atmosfer yang sama aku percaya akan ada saatnya kaki-kaki kita akan melangkah bersama dan kembali mendekat sama seperti dini hari itu di kedai tempat pertama kali kita saling berjabat tangan dan melempar senyum perkenalan. Sang semesta dengan semua permainan nasibnya, jutaan detik waktu yang ada ditangannya serta beribu doa-doaku yang pada akhirnya akan membawamu kembali pulang menemukan aku disini. 

Karena yang aku tahu, Tuhan memberiku talenta untuk tidak pernah berhenti menyanyangimu.



(fiksi)

Kamis, 06 Oktober 2016

#1



Saya telah jatuh cinta
Saya jatuh cinta dari stasiun lempuyangan sampai bandara adisutjipto. Saya jatuh cinta dari titik nol kilometer sampai monjali. Saya jatuh cinta dari tugu jogja sampai monumen serangan satu maret. Saya jatuh cinta dari pesisir pantai jungwok sampai bibir pantai pantai glagah. Ya saya jatuh cinta dari kamu yang berambut ikal hitam panjang di ekor kuda sampai kamu yang berambut ikal hitam panjang dikepang kebelakang.
Saya jatuh cinta. Dengan senyum perkenalanmu di burjo depan gang dini hari itu. Saya jatuh cinta pada kibasan rambutmu di setiap kamu merapikan rambut saat hunting foto di hutan pinus. Saya jatuh cinta pada punggung yang selalu saya dekap dari jakal – gejayan – paingan – jl solo – prambanan sampai-sampai membuat saya engan melepasnya. Sekali lagi saya jatuh cinta pada kabut pertama setelah hujan di gunung merbabu dan matamu yang berbinar dalam bingkai kacamatamu yang bertengger di hidung mancungmu. Saya pun tetap jatuh cinta meskipun rambut gondrongmu telah kamu pangkas.
Saya senang memandangimu dari balkon atas kampus. Melihatmu merokok di tangga hall depan dengan asap yang mengepul keatas. Saya senang melihatmu memetik gitarmu. Mengalunkan harmoni indah yang selalu ingin saya dengar berulang kali. Saya senang melihat jemarimu menari diatas kertas HVS putih melukiskan atau terkadang hanya mengisi spot putih yang kosong disitu. Terakhir, saya sangat senang melihatmu dengan kemeja flannel birumu berjalan ke arah saya, menatap saya dengan teduh sambil tersenyum hangat.
Saya mungkin sudah gila. Ya saya sangat menyukaimu. Sangat amat sangat! Tidak peduli berapa hari sekali kamu mandi. Tak peduli berapa IPK mu. Tak peduli apa yang kamu lakukan. Tak peduli latar belakangmu. Selama itu kamu. Masih kamu yang saya kenal. Saya akan tetap seperti ini.
Benar, saya telah benar-benar jatuh cinta.




(fiksi)